Tidak ada waktu untuk merayakan hari ini sebenarnya.
Ditengah kecemasan dari mana gua
harus mulai untuk berkarya. Terlintas satu hal di hari ini. Bahwa rencana Tuhan
dalam kehidupan gua, sungguh luar
biasa. Nggak pernah kebayang gue bakal
sejatuh cinta ini dengan Indonesia. Ditengah perasaan ini dan upaya untuk
membuat orang merasakan hal yang sama pun, tidak gampang. Satu keyakinan susah
tapi pasti bisa, membawa perjalanan hidup selama 21 Tahun. Dibawah ini ada
suatu kisah yang menginspiri gua untuk mencoba berkarya, yan mungkin elo sudah
pernah menontonnya.
“His helmet was stifling, it narrowed his vision. And he must see far. His shield was heavy. It threw him off balance. And his target is far away..”Tombak tersebut terbang..Lepas dari tangan Leonidas, dalam gerakan lamban tombak tadi meluncur lurus menuju Xerxes. Dewa. Itu adalah sebutan Xerxes untuk dirinya sendiri. Raja Persia, Maha berkuasa, Maha tinggi, Maha suci, tak tersentuh, tak terkalahkan, tak tergoyahkan.Pasukan Xerxes, dengan jumlah yang tak terhitung dan terdiri dari segala macam makhluk mitos ataupun nyata, menakutkan, menggoyahkan kaki prajurit manapun. Kecuali Leonidas dan 300 pasukannya yang berani.Leonidas tidak lagi bisa mendengar suara pedang yang beradu dgn tulang, suara teriakan, suara erangan, suara tubuh tubuh yang roboh dan darah yang menetes. Fokusnya hanya antara dirinya, Xerxes, dan tombak yang meluncur tepat ke arah kepala dari XerxesTombak tadi meleset, hanya beberapa sentimeter di samping kepala Xerxes. Merobek pipi dia yang mengaku tak tersentuh, sebelum kemudian tombak tersebut menancap ke papan kayu di belakang kepala Xerxes.Xerxes selamat, tapi matanya terbelalak, tubuhnya bergetar, keringat dingin, tangannya gemetar ketika memegang pipinya yang terluka Seketika, Xerxes sempoyongan, kehilangan keseimbangan ketika dia melihat darah di telapak tangannya. Darah dari pipinya yang sobek karena lemparan tombak LeonidasLeonidas, tersenyum menang.Tidak, Xerxes tidak mati.
300 tentara Sparta tidak memenangkan perang pada hari itu.Tapi hari itu, Leonidas tersenyum penuh kemenangan. Leonidas tahu, ia telah berhasil melukai seseorang yang mengaku Dewa.Leonidas tahu, ia telah berhasil menimbulkan sebuah perasaan yang tidak pernah muncul sebelumnya di benak Xerxes: Takut. Leonidas tersenyum karena ucapannya terbukti:“The world will know that free men stood against a tyrant, that few stood against many, and before this battle was over, even a god-king can bleed”
Bagi bangsa Sparta, helm dan perisai adalah perlengkapan mutlak oleh
bangsa sparta. Perlengkapan resmi yang kemudian menjadi bagian dari strategi
bangsanya ketika perang. Dan diakhir cerita pun, Leonidas membuang itu semua,
semua yang jadi bagian perangnya selama ini untuk mengalahkan Xerxes. Diluar
dari pikiran gua,
Tuhan dengan apiknya membuat sebuah perjalanan 21 tahun yang luar biasa. 21
Tahun yang membuat gua
hari ini tak memiliki waktu untuk merayakannya hari ini. Tak ada yang lebih
mengenal gua secara
pribadi, orangtua pun tidak. Hanya Tuhan. Gua sendiri punya suatu keyakinan
bahwa kelak akan seperti Leonidas yang harus melepaskan helm dan perisai, demi
untuk melemparkan tombak ke Xerxes. Sama dengan Leonidas pun gua gak tahu apa
perjuangan ini akan berakhir manis, tapi gua mau dipakai Tuhan untuk menjadi
sebuah tombak dan peluru. Karena inilah gua berpikir, gua bukan
kristen, tapi biarkan gua mati sebagai
kristen. Tidak pernah dari lahir, kecil untuk berjuang menjadi pemenang, tapi
biarkan gua mati
sebagai ciptaan Tuhan yang menang. Gua bingung harus
ngomong apa, mungkin ini tulisan gua yang paling kampret, tidak
jelas. Tapi dalam tulisan ini dan di 21 tahun ini, gua bersyukur. When many people was
doubt to me. God so different, because God know me for
XXI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar