Jokowi bukan orator hebat. Ia berasal dari keluarga kebanyakan dan selalu
tampil seperti orang biasa seperti kita. Tapi hal-hal itu justru menjadi
kekuatan utama untuk mencapai RI1. Memang Jokowi bukan Presiden pertama yang
berasal dari keluarga biasa. Soeharto melewati masa kecil dengan ejekan
teman-teman karena dianggap terlalu melarat. Tetapi latar belakang Jokowi
memang sangat kontras ketika dibandingkan dengan pesaing 9 Juli lalu, Prabowo.
Pelantikan, arak-arakan dengan kereta kencana dan konser salam tiga jari
pun secara bergantian sambut Presiden baru Indonesia. Tapi tak ada bulan madu
bagi Jokowi. Beliau harus mengajak wakilnya, Jusuf Kalla, berkerja mempersempit
kesenjangan ekonomi dan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi 2014, yang
tinggal dua bulan lagi, sebesar 5,5 persen.
Hanya dengan memilih menteri-menteri berintegritas, cakap, dan berani
bertarung, Jokowi bisa memastikan pemerintahannya akan berjalan benar. Setia
mendengarkan suara rakyat dan merawat partisipasi mereka. Dia bisa yakin bahwa
semua program dan keputusan dalam pekerjaan pemerintah dalam era Jokowi pro
rakyat. Sebuah cara agar bisa lolos dari
serangan bertubi lawan koalisi.
Tantangan kerja memang amat besar. Terutama dari Dewan Perwakilan Rakyat
yang dikuasai koalisi pendukung Prabowo. Aroma politik balas dendam pun mulai
tercium. Mereka menempati posisi-posisi kunci hingga memimpin komisi di
Senayan. Walaupun kekuatan ini masih belum tentu solid. Tapi meminjam istilah
adik Prabowo, Hashim Djojohadikusummo. Jokowi harus bayar harga. Dari teori
tata negara perimbangan kekuatan antara pemerintah dan dewan ini sebenarnya
cukup ideal. Pemerintah Jokowi akan dipelototi dengan ketat oleh politikus di
Senayan.
Hal ini pun berarti Jokowi semestinya bisa memastikan pemerintah pria 53
tahun ini berjalan dengan benar dan semua keputusan beliau selalu pro
kepentingan publik. Dengan cara itu ia akan lolos dari guncangan-guncangan
politikus dari kubu Jokowi. Jokowi dan pak Kalla pun akan menerima warisan
ekonomi yang tidak terlalu cerah dari pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono. Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 5,5 persen jauh dari
angka di era Orde Baru, 8 persen. Nilai tukar rupiah pun masih rendah dan kesenjangan
ekonomi tinggi menjadi tantangan lain bagi pemerintah baru.
Menarik sekali dengan pekerjaan rumah dan tantangan besar Indonesia ini,
pemerintah baru dengan janji-janji harus bisa mempercepat kerja mereka.
Bagaimana ia menyusun kabinet yang bisa menjalankan program kerja unggulan, seperti
Kartu Indonesia Pintar dap Kartu Indonesia Sehat? Yang hampir pasti, anggota
kabinet Jokowi-Kalla akan mengikuti gaya kerja presiden mereka : suka blusukan
ke bagian masing-masing.
Kabinet sebagai pembantu kerja Jokowi, Jokowi lebih memilih keterwakilan
SARA. Tentu pertimbangan ini menjadi pertimbangan baru dalam pemilihan kabinet.
Mendapat komposisi pas Jokowi dan tim menyusun matriks dengan menggambarkan
orang dengan latar belakang daerah, agama, suku dan lain. Menurut pak Kalla itu
penting dalam menjaga keseimbangan. Tantangan lain pun datang dari anggaran dan
BBM bersubsidi.
Warisan defisit anggaran yang membengkak membuat sempit ruang gerak
anggaran pemerintahan Jokowi. Memberi isyarat kenaikan harga BBM bersubsidi
sebelum akhir tahun. Seperti pepatah “SIAPA YANG BERKATA HARUS BERKOTA”, setiap
janji hendaklah ditepat. Tollaut. Satu juta hektar sawah baru. Drone dalam batas perairan. Hak asasi
manusia dan memperbaiki dapur kabinet dan lain-lain.
Memang tidak akan ada bulan madu dari Jokowi dan Kalla. Dua bulan pertama
ini mereka akan kebut-kebutan kerja, kerja, dan kerja. Jokowi dan pak Kalla
serta menteri-menteri memang harus rela banting tulang. Sejarah baru memang
baru saja dimulai. Lima tahun ke depan tentu ada puluh ribuan pekerjaan rumah
dalam Indonesia. Susah tapi pasti bisa. Apalagi jika masyarakat mau diajak
kerja sama dengan semangat untuk bekerja membangun bangsa. Selamat bekerja pak
Jokowi Kalla.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar