Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Senin, 10 Juni 2013

Kreatif atau Tergilas!

      Malam-malam kemarin ketika memperbaharui kicauan di twitter saya dengan tulisan. “Baru saja menonton Argo, Ben Affleck hebat. Sudah saatnya pensiun dari dunia aktor dan fokus menjadi sutradara”. Kemudian salah satu teman dari industri film memberi komentar “Pasti dvd bajakan, gw laporin deh..he he”. Tiba-tiba saya merasa aneh, sekaligus ada perasaan bersalah. Tentu saja teman saya hanya bercanda, walau saya yakin dia mungkin memiliki dvd bajakan film-film pilihannya.
     Hal ini membuat saya teringat mengenai Industri kreatif Indonesia. Teringat seminar nasional Industri Kreatif untuk Kesejaheraan Bangsa. Seminar yang dihadiri oleh Departemen Perdagangan, bersama-sama dengan pelaku sektor industri kreatif, seperti periklanan, arsitekur, kerajinan, desain, film, fotografi, seni pertunjukan, dan lainnya merupakan proyek dari Menteri Mari E. Pangestu dan SBY dalam mendongkrak perekonomian bangsa.
      Tentu proyek ini tidak semulus jabat tangan SBY dan Mari E. Pangestu ketika menggagas ide ini. Masalah didalam industri kreatif pun beragam. Pemerintah tidak punya visi bagaimana memahami industri kreatif itu. Mereka cenderung membayangkan otak-otak manusia Indonesia harus kreatif, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan memajukan ekpsor. Pemerintah hanya tut wuri handayani, padahal tidak sesimpel itu. Banyak hal yang menjadi masalah, mulai dari birokrasi dan apresiasi. Belum masalah ketidakpunyaan mereka terhadap pemetaan indutri kreatif.
      Menoleh ke negara luar seperti Singapura, mereka telah memiliki pemetaan industri ekonomi kreatif. Industri ekonomi kreatif Singapura memiliki kontribusi sebesar 5% dari PDB atau sekitar Rp 47 triliun. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri ini diperkirakan tumbuh 10%. Hal ini melampaui pendapatan negara dari sektor industri manufaktur. Singapura yang tidak mempunyai laut, tetapi banyak mencetak buku-buku yang berisi kumpulan foto dalam air. Dan kemudian buku terbitan negara itu banyak yang menjadi referensi bagi para fotografer. Ketika fotografer Singapura datang ke Indonesia, memberi workshop dan seminar. Kita hanya terkagum-kagum melihat hasil karyanya, tentu saja semuanya berisi alam laut Indonesia.
      Dan kita hanya bisa tercekat mengagumi betapa hebatnya Matt Mullenweg menciptakan mesin wordpress yang legendaris. Mungkin dia tersenyum-senyum dalam hati membayangkan potensi yang bakal didapatkan dari sekian puluh juta manusia Indonesia yang gandrung dengan internet. Pertanyaan bodoh, kenapa kita yang gandrung dengan internet ini tidak mau menciptakan mesin blog seperti itu?
      Dataworks Indonesia memetakan revolusi Industri kreatif dengan menarik, yakni bagaimana peluang industri ekonomi kreatif Indonesia ini di tataran global. Tentu saja, agar kompetitif, ada syarat yang mesti dipenuhi. Jangan pernah menganggap industri ekonomi kreatif  identik dengan kerjaan seniman. Kembangkan ide-ide kreatif yang orisinil dari dalam diri tanpa harus merisaukan kondisi persaingan global. Pemerintah pun harus serius memberikan dukungan (baca:apresiasi) pengembangan industri ekonomi kreatif.
      Kembali ke cerita diatas, teman saya seharusnya pun tidak perlu kuatir bahwa film-filmnya akan dibajak. Percaya atau tidak, hampir jarang menemui dvd bajakan untuk film Indonesia. Konon para mafia pembajak telah sepakat untuk bersikap nasionalis membela produk dalam negerinya.
      Tentu kreatif industri tidak hanya sekadar masalah pembajakan, birokrasi atau proteksi penurunan tarif impor bahan baku komputer misalnya. Ada yang jauh lebih penting. Bagaimana membangun budaya kewiraswastaan dan menciptakan produk produk inovatif. Juga jangan takut bersaing di pasar bebas. Begitu keran perdagangan bebas dibuka, hanya dua pilihan. Kita tergilas hanya menjadi penonton dan kerap mengundang orang orang seperti Matt Mullenweg atau fotografer Singapura. Atau sebaliknya mungkin saja kita akan menjadi pemimpin pasar yang tangguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.