Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Rabu, 02 Oktober 2013

Batik Ku Tak Bisa Dilepas

Hari ini disudut negeri ini, kain merah putih sedang dibatikan oleh anak-anak pertiwi. Bagaikan pesta ageng nan meriah dengan para tamu berbajukan batik. Hari ini batik merupakan salah satu pemandangan yang tak lagi mengherankan. Hampir seluruh orang yang berpergian hari ini mengenakan pakaian batik untuk membalut tubuh mereka.

 

Batik memang sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi menjadi bertambah populer ketika United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO) memberikan pengakuan dan mengesahkan secara resmi Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia pada tanggal 2 Oktober 2009. Dan tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Batik Nasional hingga hari dimana kita memperingatinya.

 

Hari ini hari batik (inter)nasional –semoga juga diakui oleh dunia—hampir semua orang mengenakan batik. Tidak semua termasuk saya. Pertanyaan mendasar kenapa? Mungkin ada kenangan buruk membekas? Atau tidak cinta bangsa?

 

Ada sebuah keraguan pada diri saya hari ini. Keraguan yang sama ketika mungkin ada yang melayangkan pertanyaan diatas tadi (baca : tidak cinta bangsa) kepada saya. Apakah kamu cinta bangsamu?

 

Yang harus dipahami bersama-sama adalah cinta bangsa berarti memahami dan cinta terhadap budaya juga. Batik pun adalah budaya asli bangsa ini. Kita semua setuju bahwa batik adalah budaya Indonesia bukan serapan dari Belanda apalagi Jepang. Budaya menjadi sebuah identitas bangsa. Maka dari itu memahami bangsa pun berarti paham akan budayanya.

 

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Menjadi bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Sebuah keyakinan muncil hal ini (baca : sifat genetis) juga selayaknya diperlakukan kepada batik. Toh di alinea di atas kita semua setuju bahwa batik adalah budaya Indonesia.

 

Perlakuan budaya ini seharusnya menjadikan batik sebagai warisan dan kebiasaan bukan perlengkapan. Warisan seperti dua mata, satu hidung dan mulut. Warisan seperti agama turunan orang tua. Warisan yang tak bisa dilepas.

 

Kembali ke hari ini, di mana semua anak-anak pertiwi mengenakan batik. Di mana batik malah berupa perlengkapan wajib para instansi dan kegiatan seperti dasi dan topi bagi anak-anak sekolahan ketika upacara. Sudah jauh dari konsep budaya.

 

Banyak yang anak-anak pertiwi harus pahami, diingatkan untuk selalu mencintai bangsa  tanpa alasan. Kelak setiap anak-anak pertiwi tidak lagi menjadikan batik sebagai suatu syarat untuk cinta bangsa atau merayakan hari batik. Tentu bukan berarti anak-anak pertiwi tidak boleh merayakan hari batik.

 

Hari ini semua orang Indonesia merayakan hari batik, tidak semua orang menggenakan batik, saya pun tidak. Tidak ada yang salah dari itu. Bagi saya batik bukan syarat untuk cinta bangsa. Seperti di atas batik harus dikembalikan sebagai budaya. Harus tak terlihat. Harus tak bisa dilepas. Ketika dunia membicarakan Indonesia, tentu berarti juga bicara tentang batik dan budaya lainnya. Bagi saya, setiap hari saya menggunakan batik. Batik yang sudah menjadi budaya bangsa dan tak bisa dilepas.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.