Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?
Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?
Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?
Hari ini disudut negeri ini, kain merah putih sedang dibatikan
oleh anak-anak pertiwi. Bagaikan pesta ageng nan meriah dengan para tamu
berbajukan batik. Hari ini batik merupakan salah satu pemandangan yang tak lagi
mengherankan. Hampir seluruh orang yang berpergian hari ini mengenakan pakaian
batik untuk membalut tubuh mereka.
Batik memang sudah ada sejak lama di Indonesia, tetapi menjadi
bertambah populer ketika United Nations Educational, Scientific, and Culture
Organization (UNESCO) memberikan pengakuan dan mengesahkan secara resmi
Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia pada tanggal 2 Oktober 2009. Dan
tanggal tersebut dijadikan sebagai Hari Batik Nasional hingga hari dimana kita
memperingatinya.
Hari ini hari batik (inter)nasional –semoga juga diakui oleh
dunia—hampir semua orang mengenakan batik. Tidak semua termasuk saya.
Pertanyaan mendasar kenapa? Mungkin ada kenangan buruk membekas? Atau tidak
cinta bangsa?
Ada sebuah keraguan pada diri saya hari ini. Keraguan yang sama
ketika mungkin ada yang melayangkan pertanyaan diatas tadi (baca : tidak cinta
bangsa) kepada saya. Apakah kamu cinta bangsamu?
Yang harus dipahami bersama-sama adalah cinta bangsa berarti
memahami dan cinta terhadap budaya juga. Batik pun adalah budaya asli bangsa
ini. Kita semua setuju bahwa batik adalah budaya Indonesia bukan serapan dari
Belanda apalagi Jepang. Budaya menjadi sebuah identitas bangsa. Maka dari itu
memahami bangsa pun berarti paham akan budayanya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Menjadi bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Sebuah keyakinan muncil hal
ini (baca : sifat genetis) juga selayaknya diperlakukan kepada batik. Toh di alinea di atas kita semua setuju
bahwa batik adalah budaya Indonesia.
Perlakuan budaya ini seharusnya menjadikan batik sebagai warisan
dan kebiasaan bukan perlengkapan. Warisan seperti dua mata, satu hidung dan
mulut. Warisan seperti agama turunan orang tua. Warisan yang tak bisa dilepas.
Kembali ke hari ini, di mana semua anak-anak pertiwi mengenakan
batik. Di mana batik malah berupa perlengkapan wajib para instansi dan kegiatan
seperti dasi dan topi bagi anak-anak sekolahan ketika upacara. Sudah jauh dari
konsep budaya.
Banyak yang anak-anak pertiwi harus pahami, diingatkan untuk
selalu mencintai bangsa tanpa alasan. Kelak setiap anak-anak pertiwi
tidak lagi menjadikan batik sebagai suatu syarat untuk cinta bangsa atau
merayakan hari batik. Tentu bukan berarti anak-anak pertiwi tidak boleh
merayakan hari batik.
Hari ini semua orang Indonesia merayakan hari batik, tidak semua
orang menggenakan batik, saya pun tidak. Tidak ada yang salah dari itu. Bagi
saya batik bukan syarat untuk cinta bangsa. Seperti di atas batik harus
dikembalikan sebagai budaya. Harus tak terlihat. Harus tak bisa dilepas. Ketika
dunia membicarakan Indonesia, tentu berarti juga bicara tentang batik dan budaya
lainnya. Bagi saya, setiap hari saya menggunakan batik. Batik yang sudah
menjadi budaya bangsa dan tak bisa dilepas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar