Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Minggu, 20 Oktober 2013

Di Bawah Kepak Garuda Muda



Impian itu pun tercapai setelah Evan Dimas dan kawan-kawan membawa Indonesia menjuarai turnamen AFF U-19 setelah mengalahkan Vietnam melalui babak adu penalti. Euforia sepakbola pun kembali melanda. Indonesia menang, Indonesia juara. Meminjam frase yang akan menjadi abadi berkat komentator Valentino Simanjuntak, kita sedang berada dalam kondisi yang jebret!

Saya tentu saja bangga dengan pencapaian ini. Seumur hidup saya belum pernah melihat ada pemain dalam balutan baju timnas Indonesia yang mengangkat piala. Satu-satunya trofi yang pernah kita menangi adalah Piala Kemerdekaan tahun 2007 di GBK, itu pun didapat akibat menang karena lawan kita di final, Libia, menolak melanjutkan pertandingan. Mari kita melompat waktu, melompat di mana U-19 berhasil unggul melawan Korea Selatan dan timnas senior melawan Tiongkok.

“Timnas yang ini beda banget ya sama timnas yang U-19," kata seorang bapak di sebuah lounge ketika saya menyaksikan pertandingan kualifikasi Piala Asia antara Indonesia melawan Tiongkok. “Timnas yang ini kaya kurang motivasi begitu. Mainnya gak semangat”, seorang barista pun turut menambahkan.

Saya hanya bisa mengangguk dan tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sebenarnya risih juga melihat bagaimana timnas senior asuhan Jacksen F Tiago dibanding-bandingkan dengan timnas U-19 yang dilatih oleh Indra Sjafri, tapi apa boleh buat memang begitu kenyataannya.

Penampilan memikat para Garuda Muda pada kualifikasi Piala Asia U-19 pekan lalu memang menerbangkan para pencinta sepakbola Indonesia ke langit ketujuh dan membuat kita semua teler kemenangan. Hasil apa pun, selain kemenangan, akan terasa tak menyenangkan karena dalam keadaan euforia seperti ini, kita bahkan merasa bisa memindahkan gunung.

Saya tak sampai hati menyaksikan bagaimana timnas senior dicaci maki di media sosial karena permainan mereka. Saya tak merasa mereka bermain sejelek itu. Memang bukan dengan gaya permainan yang sama dengan sepakbola memikat timnas U-19, tapi apakah memang ingatan kita sependek itu, sehingga kita lupa bahwa memang seperti inilah permainan sepakbola timnas kita selama tahun berganti tahun.

Melihat hasil pertandingan timnas senior terakhir. Jika tanpa rangkaian pertandingan timnas U-19 sebelumnya, kita pasti sudah menyambut hasil imbang 1-1 melawan Tiongkok sebagai sebuah hasil yang luar biasa. Menahan imbang negara unggulan, seperti Tiongkok, di kandang sendiri bisa terasa sebagai sebuah prestasi hebat. Tapi karena standar prestasi kita meningkat dalam sebulan terakhir, maka hasil seri disambut dengan muram.

Yang tak boleh dilupakan adalah bahwa seberapa gemilang pun penampilan timnas U-19, yang menjadi tahapan karir dan prestasi bagi sepakbola Indonesia tetap timnas senior. Jika memakai analogi balapan formula, seberapa hebat pun seorang pembalap di kompetisi junior, seperti Formula 3, yang akan menjadi hitungan adalah seberapa hebat penampilannya saat ia berada di Formula 1. Timnas senior adalah ajang Formula 1 itu.

Hanya kiper Tiongkok yang berdiri antara Indonesia dan kemenangan mengejutkan tadi malam, tapi rasanya tak ada yang bisa bilang Indonesia bermain impresif. Alih-alih, Tiongkok yang bermain tak istimewa. Jangan lupa juga bahwa ini adalah Tiongkok yang sama dengan yang dihantam Thailand 5-1 dalam sebuah pertandingan persahabatan. Jika tetangga regional kita saja bisa mengalahkan mereka, maka hasil imbang melawan Tiongkok terlihat biasa saja.

Tak banyak yang berubah dengan hasil imbang ini. Indonesia masih berada di dasar klasemen dengan 1 poin. Secara matematis tentu saja Indonesia masih berpeluang untuk lolos ke putaran final di Australia, terlebih karena Indonesia hanya terpaut tiga poin dengan Tiongkok di posisi ke dua. Juara dan posisi ke dua grup akan lolos ke putaran final beserta tim peringkat tiga  terbaik.

Tapi Indonesia harus menjalani dua partai tandang dalam rangkaian pertandingan selanjutnya ke Tiongkok dan Arab Saudi, diselingi satu partai kandang melawan Irak. Kecil kemungkinan Indonesia akan memperoleh kemenangan perdananya di luar kandang, tapi seandainya menang melawan Irak pun di Jakarta, rasanya tak cukup untuk membawa Merah Putih lolos ke putaran final Piala Asia.

Jauh di lubuk hati saya ada suara yang mencoba meyakinkan saya bahwa mungkin lebih baik kita tak menang semalam. Bisakah Anda membayangkan apa yang akan terjadi seandainya peluang Greg Nwokolo di menit terakhir babak kedua tak ditepis oleh kiper Tiongkok? Seusai mengalahkan Korea Selatan U-19, lalu sekarang mengalahkan Tiongkok? Media massa Indonesia akan meledak dengan berbagai headline sensasional dan bisa-bisa kita percaya bahwa kita baru saja menjuarai Piala Dunia.

Garuda Muda U-19. Mereka punya potensi yang menjanjikan, tapi jangan jadikan mereka seolah-olah juru selamat. Mereka adalah pengingat bahwa kita punya bakat-bakat yang luar biasa bila memang mau diurus dengan benar, tapi mereka sendiri masih dalam awal perjalanan yang panjang. Membiarkan induk Garuda tetap dibawah kepak Garuda Muda pun tak akan sehat. Silakan terbang tinggi Garuda dan jangan hiraukan kami-kami yang kadang terlalu berisik ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.