Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Selasa, 20 Mei 2014

Ini Jokowi lho Pak Kalla

Tunai sudah janji Megawati kepada publik, bahwa dia memang tidak berambisi menjadi Presiden ataupun wakil RI berikut. 14 Maret 2014 di kantor DPP, ia memberikan surat mandat penunjukan Jokowi sebagai calon Presiden dari PDIP. Surat mandat itu menjadi sangat dramatis karena ditulis dengan tangan Megawati sendiri. Membuat kita teringat dengan coretan tangan Bung Karno ketika menuliskan rumusan proklamasi hasil diskusi dengan Hatta dan Achmad Soebardjo.

Begitu juga hari ini, setelah Abraham Samad, Puan dan bahkan Megawati sendiri mondar-mandir dalam bursa pendamping calon presiden Jokowi muncul nama baru nan lama – Jusuf Kalla. Muncul lelucon seperti bu Mega menghantarkan Jokowi sebagai calon pengantin kepada teman lamanya dengan ucapan “ini anak emas baru kami lho pak Kalla”. Menarik sekali keputusan Megawati.

Lantas kenapa Jusuf Kalla ? Apa mungkin Mega juga tak kuasa menahan desakan publik yang sebagian besar menginginkan pasangan ini sebagai pasangan ideal? Ini tentu membuat sebagian besar orang kaget karena di sini Jokowi seperti pengantin rupawan banyak orang yang ingin meminang. Tentu para peminang adalah orang-orang hebat. Tetapi keberuntungan jatuh ke tangan Jusuf Kalla.

Sebentar mari kita telisin alasan tepat sembari mengucapkan selamat kepada dua calon mempelai. Kenapa harus Kalla ? Itu mungkin pertanyaan sama dilemparkan publik ketika SBY memilih sekondannya untuk dalam pemilu calon presiden 2004.  Jusuf Kalla sekarang memiliki kesamaan pada tahun 2004, sama-sama tak punya kendaraan politik. Di tahun 2004 lalu dia baru dipecat dari Golkar setelah malah berpihak ke SBY.

Kalla adalah seorang politikus hebat, sudah banyak pengalaman dan jabatan dia raih karena pengaruh integritas dan bisa dibilang dia adalah salah satu negarawan. Pernah masuk dalam jajaran MPR dan menteri pun membuktikan kualitas dari bapak kelahiran Sulawesi Selatan ini. Belum lagi wakil presiden pada tahun 2004. Jelas Megawati memutuskan Kalla sebagai pendamping Jokowi sebagai pembimbing pengalaman dan teman kerja.

Kalla pun adalah orang pengusaha yang sukses. Populer di kawasan Indonesia timur. Ini mungkin selalu menjadi bahan pertimbangan Jokowi dan Megawati sebagai representasi keseimbangan antara Jawa dan non Jawa. Setidaknya elektabilitas Kalla di luar Jawa akan membantu sang pengantin menuju istana.

Memilih Kalla sebagai wakil tentu membuat pikiran bertanya-tanya. Bukan meragukan sosok seorang Kalla tetapi seberapa besar pengaruh Kalla terhadap pemerintahan Jokowi kelak. Kalla tidak bodoh dan penuh perhitungan matematis. Semuanya ada perhitungan logis dan untung rugi. Ketakutan terbesar saya pribadi adalah, kepada Jokowi ia meminta kontrak politik lebih jauh sebagai imbalan permohonan bimbingan Mega.

Pengaruh dan seniornya membuat Kalla berpikir bahwa wakil Presiden tidak boleh menjadi ban serep dan itu bagus mengingat kemarin Boediono seperti tidak terlihat di pemerintahan. Kalla memang cenderung praktis dan mengabaikan birokrasi yang bertele-tele. Kesamaan cara ini mungkin menjadi keseimbangan luar biasa dengan Jokowi dan akan berbeda ketika Kalla dengan SBY. SBY tidak suka dengan wakil dengan hobi turun ke jalan dan tak mau duduk manis dibalik meja.

Seorang Kalla bisa potong kompas dalam penunjukan pengadaan helikopter bencana tsunami Aceh, sementara kalau mengikuti prosedur tender akan memakan waktu berbulan bulan. Seorang Kalla bisa langsung mengganti direktur direktur BUMN atau menyemprot seorang menteri karena kelambatan perkembangan pembangunan infrastruktur.

Namun Kalla kadang terlihat terlalu kebablasan. Ia tak perlu harus turun tangan menentukan disain arsitektur Bandar Udara Hasanudin di Makasar. Dan ia juga semestinya tak perlu bersikap reaktif membela bisnis kolega koleganya seperti Aburizal Bakrie. Ini memang masalah Jusuf Kalla sebagai seorang pebisnis. Jusuf Kalla tersandera dengan kepentingan bisnis rekan kerja yang kadang bisa membuat sakit sebagian besar bangsa ini.  Ia bisa marah jika pembangunan jalan tol atau pembangkit listrik lambat, sementara lambatnya penyelesaian kasus Lapindo, ia hanya diam saja.

Kini Jusuf Kalla harus membuktikan bahwa perasaan dan intuisinya maju sebagai calon presiden benar-benar penuh perhitungan sebagaimana apa yang biasa lakukan. Saya menduga hati kecilnya sudah cukup puas menjadi RI – 2. Cukup puas untuk menjadi mempelai mendampingi Jokowi. Hari-hari kampanye dan sepanjang tahun ini akan merupakan hari-hari melelahkan bagi Jokowi dan Jusuf Kalla. 

Ia harus mulai berhitung secara cermat dan membuat strategi pemenangan pemilu. Dalam politik, matematika memang tak selalu bilangan genap. Bisa ganjil atau bilangan prima. Siapa tahu ? Hanya saja sebaiknya ia melupakan untuk terus-terusan memakai pesawat pribadi milik Aburizal Bakrie dalam perjalanan dinas. Dalam politik memang harus rela mengorbankan teman dekat. Bukankah itu perhitungan paling logis untuk memenangkan pemilu? Bagaimana Jokowi dan Kalla nanti mengambil hati rakyat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.