Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Rabu, 13 Agustus 2014

Masih Susilo Yudhoyono

Hari ini. Minggu-minggu di bulan Agustus sampai akhir Oktober presiden kita masih Susilo Bambang Yudhoyono. Memang cukup tidak terlalu didengar sejak proses pemilihan presiden tapi beberapa momen penting SBY masih disorot. Setidak-tidaknya media dan sebagian orang masih ingat beliau adalah presiden Indonesia saat ini.

Prabowo dan Jokowi sukses membuat kita melupakan sosok mantan Menko Polkam di era Megawati. SBY dan keputusan netral beberapa bulan ini malah terlihat seperti presiden transisi. Bangsa Indonesia seperti sudah siap menggelar karpet di pelantikan 20 Oktober nanti untuk Jokowi (atau Prabowo jika memenangkan gugatan).

Para penggiring pasangan calon presiden ke-7 untuk menuju tahta istana tidaklah harus melupakan mantan jenderal ini. SBY dengan keheningan dan keprihatinan beliau terhadap masalah Indonesia tidak pantas untuk begitu saja dilupakan. Secara politik dan berbagai aspek lain kita adalah Indonesia berbeda sejak delapan tahun sebelumnya. Saya pribadi bisa mengatakan bahwa SBY adalah presiden paling sukses saat ini.

Bahkan di era inilah sistem demokrasi untuk memilih presiden ini dibangun. Pantaslah ia memenangkan pemilihan presiden putaran kedua. Mau tidak mau atau suka tidak suka dengan setiap tanggap beliau terhadap keadaan darurat, beliau adalah figur terbaik dari berbagai pilihan presiden saat itu. Bahkan tidak ada presiden lain di Indonesia yang berita korupsi bisa hampir tiap bulan menghias media, selain di era pak Susilo Yudhoyono. Dan itu baik.

Bolak-balik berita korupsi di era SBY adalah satu kabar baik bahwa beliau tidak main-main dengan kasus korupsi termasuk korupsi yang berkubang di dalam partai Demokrat sendiri. Dalam ekonomi pun—di luar kontroversi ketidakmerataan ekonomi kita menurut pendapat sebagian ahli ekonomi—ekonomi Indonesia jauh lebih baik. SBY seperti membangun kembali—mencoba memulihkan kembali—dana APBN yang morat-marit. SBY dinilai berhasil menemukan dan menyusun kembali bagian-bagian Indonesia yang sudah hilang. 


Lantas dari semua pencapaian itu, apakah SBY presiden yang sudah ideal? Tidak. Masih banyak kekurangan. Terlalu banyak sesuatu yang seharusnya dikerjakan tapi tidak dilaksanakan. Pemerataan ekonomi masih menjadi masalah. Tapi saya hanya mengajak kita realistis, tidak tutup mata atas keberhasilan SBY. Tidak menghujat dan menghina SBY secara berlebihan. Seolah-olah SBY setan yang entah datang dari mana. Apalagi di saat bersamaan kita menyanjung presiden-presiden masa lalu yang seolah-olah jauh lebih berprestasi. Memuja pula calon-calon presiden seolah-olah mereka sudah memanen keberhasilan mereka dengan berbagai penghargaan sepuluh truk. Sedangkan SBY tidak ada prestasi apa- apanya.

Setiap generasi punya masa sendiri. Soekarno misalnya. Terlihat hebat karena hidup pada zaman perang kemerdekaan. Belum tentu beliau juga akan hebat jika dia memimpin pada masa demokrasi dan masa di mana gadis cantik Jakarta berkeliaran. Bayangkan bila Soekarno menjadi presiden sekarang, mungkin Indonesia sudah dibawa bangkrut, terkucil, dan terbelakang  seperti Korea Utara dan Venezuela.

Ataupun seandainya SBY hidup pada masa perjuangan kemerdekaan. Mungkin Indonesia membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk merdeka. Dengan sikapnya yang peragu, lamban, penuh pertimbangan, dan sopan santun tingkat tinggi. Mungkin di buku sejarah akan lebih dipenuhi deklarasi dan rapat ketimbang pergerakan. Memang akan menjadi kelemahan yang sangat fatal bagi Indonesia saat itu.

Begitu juga Soeharto. Jika dia menjadi presiden pada masa informasi dan teknologi seperti sekarang ini. Mungkin nasib The Smiling General ini akan sama dengan Presiden Tunisia, Mesir, Libia dan diktator-diktator lainnya. Atau paling tidak dia akan membuat Indonesia perang saudara seperti Presiden Suriah, Bashar al-Assad.

Soekarno mungkin pemimpin terbaik pada zamannya. Begitu juga Soeharto. Silahkan pemimpin sekarang mengkritik tapi jangan dihina berlebihan. Biarlah orang tua mengenang dan menghantarkan sanjungan bagi masa lalu. Mereka sudah tua, ingatan mereka lemah, wajar melupakan penderitaan.

Kita generasi muda, konon kini hidup pada zaman modern. Tidak boleh hanya sekedar mengandalkan ingatan. Ingatan kadang menipu, ingatan kadang menjebak kita pada romantisme masa lalu. Tugas kita mencari pemimpin masa depan, tidak baik hidup hanya diisi dongeng-dongeng kemakmuran masa lalu. Yang sebenarnya hanya perasaan. Yang sebenarnya memang hanya dongeng. Tapi dibalik itu kita hanya perlu mengingat satu hal, hari ini sampai 20 Oktober nanti, presiden kita masih Susilo Bambang Yudhoyono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.