Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Sabtu, 24 Januari 2015

Karena Budi Setitik Rusak Belanga KPK

Kuali besar itu bocor, perlahan-lahan sebuah belanga berlandaskan semangat anti korupsi mulai retak. Tak bisa lagi merebus dipakai seperti sedia kala. Butuh waktu untuk memulihkan. Karena Budi, sebuah belanga bernama KPK mulai retak. Ya, KPK memang sudah dikenal lama menjadi belanga Indonesia untuk merebus para pelaku korupsi di negara ini. 12 Januari 2015 lalu, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Rekam jejak Budi Gunawan memang sudah dipersoalkan sejak tahun 2008. Menarik sekali jika pak Jokowi mencoba menawarkan jabatan kepala polisi RI kepada Budi Gunawan.

Pencalonan Komisaris Jenderal menjadi pucuk pimpinan di korps kepolisian pun terancam gagal. Budi Gunawan memang bukan orang baru di Jokowi, kenalan Megawati ini sempat diajukan menjadi calon menteri dan KPK memberi warna merah untuk Sang Budi. Tak heran, muncul pertanyaan ketika Presiden Jokowi memilih Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Ada yang beranggapan, itu tekanan sejumlah elite tertentu mengarahkan Jokowi untuk memberi Budi Gunawan jabatan meskipun Presiden tahu nama tersebut masuk daftar yang diberi warna merah KPK.

Namun bagi KPK, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka sudah sesuai prosedur hukum yang biasa mereka tempuh. Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, lebih dari dua alat bukti yang dimiliki KPK. Hanya saja, pilihan waktu pengumuman status tersangka Budi Gunawan bersamaan dengan langkah Presiden mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. KPK berhasil menunjukkan taji menjadi belanga ampuh untuk merebus koruptor-koruptor negeri tak terkecuali polisi.

Tapi taji bukan berarti tak mungkin bengkok. Belanga pun tak mungkin tak dapat retak. Belanga bernama KPK itu berusaha dipecahkan. Pada 19 Januari, seorang politisi pendukung Jokowi, Sugianto Sabran laporkan Bambang Widjojanto, wakil ketua KPK kepada Bareskrim karena dianggap merekayasa keterangan di MK mengenai sengketa pilkada kota Waringin Barat. Sial betul belanga ini. Beruntun kemudian Abraham Samad dan Adnan Pandu Pradja bergiliran dilaporkan. Karena Budi setitik ingin menjadi Kapolri, berimbas rusak KPK sebelanga.
Belanga KPK selama ini menjadi taji pemerintahan bersih berusaha dihancurkan, bahkan tak luput di masa Jokowi yang konon menginginkan Indonesia tetap raya. Membuat pidana seseorang atas perbuatan yang bukan tindak pidana orang tersebut membuat kuali besar KPK menjadi retak. Kilatan dan bunyi mereka terlihat sumbang di hadapan para politisi dan polisi korup. Semua upaya dilakukan untuk meretakkan belanga, atau bahkan memecahkan mereka.

Tapi belanga kuat bukan hadir dengan sendiri, ada sebuah hal membuat kuali besar ini kuat. Dukungan bagi pimpinan KPK berdatangan. Kuali besar itu tidak sendiri, masyarakat Indonesia membentuk dukungan untuk para pemimpin KPK. Setitik Budi pun risau dan gundah saya pikir, tuntutan rakyat untuk Jokowi agar tidak melantik seorang tersangka kasus menjadi risau. Gema Indonesia bersih dan raya terdengar dimana-mana sebagai bentuk dukungan kepada KPK. Tak rela Budi setitik ini membuat KPK nonaktif. KPK bukan lembaga dewa, bukan sebuah kuali yang tak retak. Tapi melihat laporan beruntun dari peristiwa masa lalu hanya akan seperti mereka ingin melihat KPK retak.

Karena Budi setitik, rusak sana-sini, semua kacau. Entah apa berikut gebrakan Jokowi. Diam saja? Membatalkan pencalonan Budi? Atau malah ikut menjadi nila dalam susu di belanga? KPK yang tak lekang mungkin tak ada lagi. Mungkin tak lekang oleh politisi tapi selalu terhambat ketika berurusan dengan kepolisian. Harus saya akui memenjara Budi adalah hal sulit, karena kenalan Budi dalam politik partai penguasa amat banyak. Lobian paling adil bagi para politisi dan Sang nila adalah merelakan Budi tidak menjadi Kapolri tanpa membuatnya menjadi tersangka. Terdengar lebih baik untuk Budi dengan duit miliaran di rekening palsu itu diberi ke hakim untuk membebaskan beliau dari status tersangka ketimbang menjadi mahar pemulus menjadi seorang Kapolri. Setidaknya itu jalur aman untuk Budi dan Jokowi karib nilanya.

Peristiwa ini membuat kita sadar, memberantas korupsi di Indonesia ini tidak mudah, membangun belanga hebat bertahun-tahun pun bisa retak akibat nila setitik. Kriminalisasi sampai hari ini masih berlanjut. Pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan Jokowi jika ingin terlihat anti korupsi. Surat pengaduan dan isu bergantian masuk untuk meretakkan sebuah belanga. Kriminalisasi harus segera berakhir. Belanga baru harus segara disiapkan. KPK, sang belanga tak boleh hanya nampak kuat di hadapan para koruptor tapi lemah di hadapan polisi. Tak boleh lagi ada Budi lagi dan nila lain jatuh di belanga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.