Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Selasa, 23 Juli 2013

Astaga, Gus Dur yang Terpilih!

 “Astaga, Gus Dur yang terpilih : Presiden baru Indonesia yang mengejutkan“ inilah potret dan judul dengan huruf tebal yang menghiasi majalah Economist dan juga media-media Indonesia lainnya. 

Malam hari sebelumnya, pada hari Senin 10 Oktober 1999. Ketika sebagian masyarakat bertanya-tanya apa yang akan terjadi dalam panggung politik Indonesia kelak. Sebelumnya pertanggungjawaban Habibie ditolak sebagian besar anggota majelis. Suasana saat itu sudah sepi dan hanya ada sekelompok kecil sedang berlatih di ruang auditorium Gedung MPR/DPR. Mereka berlatih simulasi pelantikan Megawati sebagai Presiden. Ada 2 orang yang berpura pura menjadi ajudan Megawati berjalan di lorong tengah auditorium, kemudian mengambil posisi tengah di podium sebagaimana pengambilan sumpah

Kelompok ini juga berlatih seandainya Habibie dilantik kembali jadi Presiden. Karena lelah, kelompok ini ingin beranjak pulang, dan seorang ajudan Presiden menanyakan bagaimana jika terpilih adalah Gus Dur. Namun sebagai jawaban, ia hanya mendengar gelak tawa singkat. Mereka meninggalkan ruangan dan tidak berlatih simulasi jika Gus Dur terpilih menjadi Presiden.

Bagaimanapun Gus Dur tidak masuk hitungan, suara partainya, PKB hanya 13 persen. Terlebih ia mengalami gangguan kesehatan. Baru sembuh dari stroke, dan praktis buta. Ia juga sulit untuk berjalan. Tampaknya tak ada gunanya melakukan latihan kalau Gus Dur menang. Esok semua ramalan itu terbalik. Gus Dur memenangkan pemilihan Presiden.

Gus Dur memang selalu mengejutkan, bagi negerinya, masyarakat dan orang orang yang berhubungan dengannya. Ketika semua orang menghujat dan menghalalkan darah Arwendo Atmowiloto yang memasukan Nabi Muhammad dalam angket orang terpopuler, di tabloid Monitor tahun 1990. Hanya Gus Dur yang membelanya. Ia mengatakan, Arswendo memang tolol melakukan hal ini, namun bukan berarti harus memenjarakan dan membreidel harian itu. Cukup diboikot saja tabloid itu.

Jauh sebelumnya, Gus Dur sudah mengejutkan dengan komitmennya terhadap kebangsaan dan pluralisme. Ketika ia menggiring NU untuk menerima azas Pancasila. Baginya ini sebuah kompromi terbaik, untuk memecahkan masalah sulit mengenai hubungan negara dan agama.
Ia mendapat pelajaran berharga dari ayahnya, Kiai Wahid Hasyim tentang arti kemajemukan. Rumah keluarga mereka di bilangan Matraman selalu dipenuhi tamu tamu dari beraneka ragam suku, agama dan ras, termasuk orang orang Eropa.
Beberapa kali ketika saya muda, sering mendengar Gus Dur diundang dan berbicara di hadapan media publik. Barang kali cukup sulit memahami apa yang dikatakan Gus Dur. Paling tepat berusaha mengartikan yang tersirat daripada yang tersurat. Sering kali apa yang dikatakan bukanlah apa yang diketahui, melainkan merupakan apa yang diinginkannya sebagai sesuatu yang benar.

Gus Dur memang terlalu luas pemikirannya untuk dijadikan Presiden. Sesuatu yang justru membelenggunya. Wimar Witular menuliskan kenang kenangnya ketika Gus Dur jatuh dari kekuasaannya.“Tak ada orang di Indonesia yang sama pemahamannya dengan Gus Dur tentang kebinekaaan, pluralisme, toleransi etnik, pemahaman agama dan hak asasi manusia. Seandainya ia bukan presiden, ia mungkin memperoleh hadiah nobel untuk pikirannya. Tapi karena ia Presiden, ia harus mengelola juga mengawasi anggaran. Ia memang gagal dalam urusan pemerintahan sehari hari. Namun ia tetap orang baik “.

Ya, saya sepakat Gus Dur adalah orang baik yang demokratis. Semua orang menghormati pemikirannya. Seorang cendekiawan Perancis, Andre Feillard dulu pernah mendapat kabar salah bahwa Gus Dur meninggal. Ia lalu mencari Katedral yang terdekat dan berdoa untuknya, padahal Andre — seorang atheis — tidak  pernah ke gereja sebelumnya. Gus Dur tertawa ketika diberi tahu kisah ini, Katanya, “ Di Perancis semua orang yang terbaik memang atheis “. Ia memang tak alergi dengan siapapun, bahkan seorang atheis.

Kini mungkin Andre Feillard akan kembali ke Katedral di Paris. Mendoakan Gus Dur, seorang pejuang kemanusiaan dan demokrasi yang terpisah ribuan mil dari negerinya. Hari ini, 12 tahun yang lalu Gus Dur mengundurkan diri. Tak banyak memang hal nyata yang ditinggalkan Gus Dur selepas kepergiannya dari tanah Indonesia ini. Tapi semoga semangat pluralisme yang dia wariskan tetap dalam taman persemaian negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.