Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?
Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?
Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?
Tukang bubur, tukang batu, tukang kayu, tukang cukur, tukang
jahit, tukang masak, tukang las, dan masih ada ratusan bahkan mungkin
ribuan kalau mau disebutkan jenis-jenis tukang yang ada. Tukang adalah orang
yang bekerja dengan keahlian atau kepandaian tertentu dalam sebuah pekerjaan.
Dari banyak tukang yang ada di dunia ini, tukang sulap adalah orang yang paling
saya kagumi.
Ketakjuban saya pada sulap bermula sekitar tahun 2008, saat masih
duduk di SMA dan kebetulan sedang ada program acara televisi “The Master”.
Tanpa banyak bicara satu persatu trik dipertunjukkan, mulai dari keahlian
pesulap menghilangkan dan memunculkan sebuah benda dengan kecepatan
tangannya, permainan dengan kartu remi, sampai saat dia mengubah sapu tangan
menjadi burung merpati.
Decak kagum dan tepuk tangan terdengar keras sekali terdengar di
layar kaca. Begitu terkesimanya saya, sejak itu setiap kali melihat sapu tangan
saya selalu membayangkan burung merpati yang terbang keluar dari lipatannya.
Di masa sebelumnya tukang sulap saya lihat juga pernah melihat
dalam bentuk lain lagi, dia adalah seorang tukang obat yang jago omong,
kemampuannya membuat koin seratus rupiah berubah menjadi koin seribu dan
mengubah kelereng jadi bola bekel adalah caranya memukau penonton agar mau
membeli dagangannya, obat pembesar khusus untuk orang dewasa. Ada-ada saja.
Di dalam negeri perkembangan sulap juga meningkat pesat, pesohor
baru bermunculan mulai dari yang gondrong dan berjanggut hingga yang plontos
tak berambut, pertunjukkan sulap selalu ditunggu, selalu mencengangkan,
menghipnotis, dan berhasil membuat para penonton mempercayai setiap ilusi yang
ditampilkan.
Masyarakat yang kenyang, masyarakat yang senang adalah masyarakat
yang mudah diatur, itulah modal kelangsungan kekuasaan. “Beri mereka roti dan
sirkus!”, demikian pesan penting Julius Caesar dalam mempertahankan
kekuasaannya. Selain makan manusia juga perlu hiburan. Pada era di mana moral
belum banyak diperbincangkan, pertarungan gladiator vs hewan maupun gladiator
vs gladiator bisa ditonton di Colosseum. Seiring dengan
bergeraknya zaman, muncullah sirkus, opera, film, hingga sinetron dan bahkan
gosip sekalipun dikemas menjadi hiburan. Suburnya pertumbuhan dunia hiburan
memang terkadang tidak berjalan beriring dengan majunya pendidikan.
Sumpah serapah tentang sinteron dan tayangan tak mendidik yang
muncul di televisi seolah tak habis diteriakkan, tapi the show must go on,
masyarakat memang begitu haus akan hiburan. Sulit dibantah apabila ada yang
mengatakan bahwa pemerintah lumayan diuntungkan dengan adanya tayangan sinetron
maupun gossip-gosip yang menggemparkan itu.
Wow adalah faktor yang selalu dicari, karena kodrat manusia memang
senang dengan sesuatu yang mencengangkan, menakjubkan, menakutkan, pokoknya
hal-hal yang tidak biasa. Mereka yang memahami teori modifikasi perilaku tahu
persis menggunakan stimulus/perangsang apa yang akan dipakai untuk memunculkan
suatu reaksi yang diinginkan. Dan kini semakin banyak tukang sulap bermunculan.
Tugas mereka bukan lagi untuk menghibur, tetapi lebih untuk mengacaukan cara
pandang dan berpikir kita.
Bagaimana dengan hidup kita? Jangan-jangan kita semua justru
sedang terperangkap dalam imajinasi yang diciptakan oleh para “tukang sulap”
itu. Saat ini agak sulit mengenali mereka, ada yang bergaya dengan jas dan dasi
rapi, mengutip ayat-ayat suci, memakai gamis, baju safari, hingga rok mini.
Kita jadi begitu mudah ternganga, mudah kagum, mudah sebal, mudah marah, tapi
juga mudah lupa. Tukang-tukang sulap itu seolah menggenggam hidup kita.
Semua memang tergantung penontonnya, kita perlu kenali, ada dua
jenis tukang sulap di dunia: tukang sulap baik yang menghibur dan tukang sulap
jahat yang terlihat seperti sedang menghibur dengan ucapan / senyuman /
tangisan tapi sebetulnya adalah mengalihkan perhatian kita, sehingga mereka
leluasa mengambil dompet kita, tak jarang kita justru memberinya tepuk tangan
dengan wajah penuh kekaguman.
Bukan maksud memuja Soeharto, tapi kata-katanya, Ojo Dumeh, ojo
kagetan dan ojo gumunan, yang artinya, Jangan sombong, jangan mudah kaget
dan jangan mudah terpana, patut kita renungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar