Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Jumat, 20 Desember 2013

Malam Kudus—Diam (Tidak Lagi) Sama dengan Emas

Malam kudus Kurnia dan berkat tercermin, bagi kami terus, di wajah Mu Anak kudus”

 

Inilah sepenggal ragam suara nan berirama beriringan disenandungkan dalam malam natal. Sebuah pengharapan dalam penantian di malam natal ketika lagu ini mulai dinyanyikan. Sebuah penggambaran natal sebagai malam suci tanpa bunyi atau suara apa pun, hening.

 

Malam suci dengan keheningan menjadi sebuah gambaran Joseph Mohr (penulis lirik lagu Silent Night) yang tepat untuk menikmati sebuah santapan malam natal bersama keluarga di Austria. Tentu di Indonesia pun sama. Tetapi apakah sebuah penantian akan kasih dan keadilan akan selalu diiringi dengan diam dan hening? Mungkin benar. Bukankah di malam natal kita selalu diiring Malam Kudus kepada sebuah kegelapan, tanpa cahaya dan keheningan?

 

Malam kudus seolah-olah mengajak kita untuk masuk ke dalam dunia sebenarnya. Dunia yang kerap kali malah menjadi keseharian kita. Dunia yang membuat kita terlena karena sunyi dan hening, tanpa cahaya dan gelap. Kondisi yang tak pantas untuk kita yang menantikan akan keadilan di Indonesia, yang berpengharapan kepada Yesus Kristus. Malam kudus tidak lagi emas, ketika kita harus malah diam dan larut dalam keheningannya.

 

Tidak selalu diam sama dengan emas. Diam hanya menjadikan kita sebagai pemimpi emas, bukan penuai. Emas mahal berupa keadilan dan kesuksesan negara itu tak bisa kita peroleh dengan hanya diam—hanya larut dalam lamunan malam kudus. Pelantun malam kudus pun harus bertindak.

 

Di tengah hening malam, pelantun malam kudus harus gundah—harus tidak sabar dan tidak nyaman—dengan kondisi petang. Harus mulai berpikir melakukan sesuatu.  Hidupkan api lilin dan tidak tinggal diam. Malam kudus memang tidak akan berhenti dalam kesunyian, ada sebuah pengharapan baru dinyalakan.

 

Kelak api kecil inilah yang menyebar di semua lilin para pelantun malam kudus. Cahayanya terang bersinar. Sekarang lilin akan pengharapan ini adalah emas—tidak lagi diam. Sebuah emas yang bercahaya, semangat sinarnya menyebar dan menghangatkan ke setiap pelantun malam kudus.

 

Malam kudus di Indonesia tidak lagi diam. Kini malam kudus di Indonesia menjadi emas dengan sebuah tindakan. Para pelantun pun tidak lagi hanya menjadi pemimpi tapi menjadi penuai emas di masa depan. Bersinarlah Indonesia seiring pengharapan dan penyalaaan lilin kami para pelantun malam kudus!

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.