Musik
disko mendendang, kaki-kaki pun seakan tak bisa menolak tarikan untuk menari di
lantai dansa. Musik disko perlahan merangkak menjadi musik wajib dalam tumpukan
piringan hitam pada setiap rumah. Era awal 70-an The Jackson 5 dengan Michael Jackson dulu mengangkat kembali
disko menjadi sebuah musik yang amat digemari. Tanpa disadari kehadiran musik
disko menjadi musik pengiring kemunculan sutradara hebat, tuan Scott (Ridley Scott).
Untuk
karier panjang Tuan Scott film bertemakan luar angkasa atau fiksi ilmiah
bukanlah hal asing bagi beliau. Tuan Scott dibesarkan oleh deretan film sukses
bertemakan luar angkasa dan fiksi ilmiah, Alien
salah satunya. Memang mungkin Alien
bukanlah film pertama buatan Tuan Scott namun film pada tahun 70-an inilah yang
kemudian membesarkan namanya dan menggebrak pasar film—selayaknya musik
disko—yang kemudian film-film bertemakan fiksi ilmiah seperti Star Wars dan Star Trek menjadi tren di pasaran.
Era
2010-an pasaran pun bergeser, Tuan Scott masih saja getol membuat film
bertemakan fiksi ilmiah, bahkan membuat Prometheus
dan kemudian film terakhirnya yang sukses, The Martian. Menelusuri cerita film, awalnya kita bakal disuguhkan
oleh pemandangan planet Mars beserta enam kru antariksawan NASA pimpinan
Melissa Lewis (Jessica Chastain).
Mark Watney (Matt Damon) menjadi
bagian dari timnya yang sedang melaksanakan misi khusus. Keakraban dan
kehangatan tim antariksawan ini sudah digambarkan sejak awal film. Hingga pada
akhirnya, mereka nyaris berbeda pendapat karena adanya badai di Mars. Lewis
memerintahkan awaknya supaya meninggalkan Mars demi mencegah robohnya roket
mereka.
Malang bagi Mark
yang sempat meminta komandannya mencari satu cara agar roketnya tak roboh. Ia
mengalami satu kejadian tak terduga hingga rekan-rekannya mengira dirinya telah
tewas. Akhirnya, mereka pun meninggalkan Mars tanpa Mark. Tak disangka, Mark
masih hidup dan harus menetap sendirian di Mars. Mark pun dituntut dengan semua
keahliannya dan musik disko untuk bertahan hidup di Mars selagi menunggu
bantuan teman-temannya untuk menemukan dan menyelamatkan Mark dari planet Mars.
Kisah yang
diangkat dari novel karya Andy Weir
ini coba diangkat Tuan Scott dengan amat apik dan segar. Setelah sebelumnya
kita disajikan Gravity dan Interstellar yang digadang-gadang
sebagai karya sinematik terbaik tentang luar angkasa yang pernah dibuat,
sekarang kita ditawari The Martian.
Godaan untuk membandingkan The Martian
dengan Gravity dan Interstellar sangat sulit dihindari
mengingat tema luar angkasa yang sama pada ketiga
film. Bukan itu saja, ansambel Jessica
Chastain dan Matt Damon selayaknya
pemusik disko yang sudah biasa dengan film bertemakan fiksi ilmiah dan sebelumnya
sudah pernah kita saksikan di Interstellar.
Sesederhana
cerita dengan premis tentang menjemput kembali orang yang tertinggal di
sebuah planet, namun tentu saja dalam ukuran fiksi ilmiah dengan anggaran
mencapai 100 juta Dolar lebih narasinya menjadi lebih kompleks. Planet
Mars bisa jadi salah satu tempat favorit bagi para sineas. sudah
bolak-balik ia dijadikan panggung buat film-film fiksi ilmiah, dari Aelita produksi
tahun 1924, fiksi ilmiah legendaris Total Recall sampai
John Carter yang gagal di pasaran itu,
tetapi baru kali ini si Planet Merah benar-benar diperlakukan layaknya sebuah
planet sejati, dalam artian apa yang sudah dilakukan Tuan Scott
bersama timnya adalah sesuatu yang luar biasa ketika mereka mencoba melakukan
pendekatan serealistis mungkin dalam menghadirkan sebuah film bertahan hidup di
luar angkasa yang menegangkan, tanpa monster
hijau tanpa perjalanan waktu dan hal-hal lain yang ajaib.
Ya, tentu
saja bertahan hidup adalah kunci utama yang dijual The Martian. Tuan Scott sebenarnya
bisa saja mengadaptasi bebas buku, dan kemudian menjadikannya drama solo ala Cast Away-nya Robert Zemeckis, tetapi ia tidak melakukannya. Dalam 141 menit
durasi kita tidak akan melulu melihat wajah Matt Damon karena dalam perjalanannya akan ada banyak karakter lain
di tempat berbeda yang turut meramaikan ceritanya—bahkan musik disko! Seperti
orang-orang NASA pimpinan Teddy Sanders (Jeff
Daniels) atau JPL (Jet Propulsion
Laboratory) yang sedang kelimpungan memikirkan bagaimana cara
menjalankan misi yang hampir mustahil untuk membawa pulang astronotnya. Dari
sini kemudian setnya terbagi dua, satu sisi yang jauh kita akan melihat
bagaimana karakter Mark berjuang bertahan hidup di planet asing, bagaimana
Mark menjalani sol (sebutan hari dalam ukuran Mars) demi sol seorang
diri. Sementara di satu sisi lain yang berjarak 35 juta kilo meter kita
akan melihat perjuangan lain ketika tidak hanya NASA, namun elemen manusia
bersatu memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan Mark.
Dengan durasi sepanjang ini, butuh
sesuatu untuk membuat penontonnya betah berlama-lama di bangkunya, dan Scott
tahu benar bagaimana menjaga ritme The Martian dengan baik. Hampir tidak
ada momen membosankan di dalamnya. Setiap adegan diisi dengan efektif dan jauh dari
kesan lambat, belum lagi ditambah elemen humor yang memberi variasi santai di suasana
serius. Yang disayangkan dalam The Martian adalah banyak karakter yang
terbuang percuma dan seperti salah tempat. Jessica
Chastain misalnya. Sebagai kapten pesawat antariksa Hermes yang
beranggotakan Michael Pena, Kate Mara, Sebastian Stan, dan Aksel
Hennie, Chastain memang punya semua pesona
sebagai seorang pemimpin, tetapi dengan kapasitasnya sebagai
aktris besar dirasa mubazir untuk porsi yang tidak terlalu besar. Lalu ada nama
Kristen Wiig yang seperti salah
tempat. Jujur siapa saja bisa menggantikan Wiig di perannya yang tak penting
itu, beruntung interaksi Jeff Daniels,
Chiwtel Ejiofor dan Sean Bean masih bermain bagus dan
menghasilkan konflik menarik tersendiri untuk menutupi beberapa
kekurangan.
The Martian adalah salah satu kisah apik fiksi ilmiah hasil Tuan Scott. Tak heran
kemudian diganjar banyak nominasi penghargaan Oscar. Tuan Scott mencoba sedikit
mengusik pasar film pahlawan super dengan adaptasi novel ini—setidaknya seperti
musik disko yang selalu akan ada di hati penggemarnya dan siapa sangka jika Up Town Funk yang bernuansa disko
berhasil mendobrak pasar bertengger cukup lama di Billboard. Jika kerumitan Intestellar
itu adalah musik Jazz, Gravity dengan
visual menakjubkan adalah musik pop maka tepatlah The Martian adalah sebuah musik disko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar