Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat - baca dan amati?

Bukankah tulisanmu adalah apa yang kau lihat di setiap keliling dan sekitarmu? - baca di setiap lembar kertas dan layar digitalmu? dan amati di setiap kisah, kenangan, sentuhan pasanganmu?

Sabtu, 14 November 2015

Badoet – Datang dengan Harapan, Pulang dengan Puas (2015)

Ya tak banyak film horor Indonesia yang berhasil memikat hati saya, menarik kantong saya untuk meluangkan sedikit uang untuk menonton. Badoet memunculkan harapan saya untuk amat ingin menonton film ini dari pertama kali poster dibuat—jauh sebelum trailer dirilis. Harapan saya adalah Badoet menjadi sajian horor yang penuh dengan kualitas. Sebuah film horor dengan kualitas yang sudah lama tidak hadir dalam parade karnaval film Indonesia. Badoet mencoba mengangkat sosok badut yang menjadi ketakutan sendiri untuk beberapa anak bahkan orang tua sekalipun. Sebuah ide unik karena tak pernah diangkat dalam bioskop Indonesia. Namun di tengah harapan saya akan film ini, muncul pertanyaan baru, apakah akan mirip film Clown (2014), film bertemakan badut dari sutradara Jon Watts.

Tidak sama sekali. Badoet menawarkan hal yang lebih relevan—hal yang lebih dekat untuk kita para penikmat film Indonesia ini. Ya mungkin saya harus kaget karena konsep dan ide badut datang dari Daniel Topan. Saya tak pernah membayangkan ide sehebat ini, datang dari seorang aktor yang saya nilai tak pandai berlakon. Film Badoet benar-benar tersaji dengan arahan cermat Awi Suryadi, mulai dari plot dasar cerita yang begitu menarik, alur cerita, latar, musik dan tatanan sinematografi dengan baik menemani penonton menikmati kengerian film ini. Mungkin menjadi film terbaik Awi Suryadi di sepanjang kariernya.

Berlatar rumah susun pinggiran kota Jakarta, membuat Badoet terasa begitu dekat dengan penikmat film horor Indonesia. Kamar rusun sempit, tempat cuci, lapangan, karnaval, semua latar amat dieksekusi dengan baik. Saya suka ide bagaimana untuk tidak buru-buru memunculkan sosok utama film ini, bahkan terkadang hanya bayangan dan balon yang menandakan kehadiran si karakter utama. Saya senang dengan bagaimana cara Awi Suryadi membagikan kengerian ini kepada penonton lewat film ini mulai dari detail dari tiap sudut bangunan rumah susun dan terlebih akting para pemain.
Berawal dari sebuah rumah susun dan orang-orang yang menjalani keseharian, anak-anak bermain ke sana ke mari, serta interaksi yang cukup akrab antara penghuni rumah satu dengan yang lain. Keakraban itu pula yang membuat kabar seorang anak satu per satu meninggal dengan tragis. Hal ini membuat Donald (Daniel Topan), Farel (Christoffer Nelwan), dan Kayla (Aurellie Moeremans), tiga pemuda penghuni rusun tersebut terdorong untuk mengungkap misteri sosok badut ini, dan di waktu bersamaan, mereka mulai alami teror yang tak bisa dijelaskan. Sebuah hal menarik di kisah ini adalah tiga anak muda penghuni rusun ini tidak mencari masalah sendiri, seperti di kebanyakan cerita film horor Indonesia lain. Cerita menarik karena mereka memiliki alasan untuk lebih peduli dengan tragedi ini.

Daniel Topan pun menjadi sosok luar biasa di film ini, saya hampir melupakan bahwa ia pernah bermain konyol di Oo Nina Bobo dan Danau Hitam. Lakon apik Daniel Topan pun disambut dengan Christopher Nelwan yang menjadi sosok kumal dan cenderung tak terurus. Sebuah karakter yang belum ditampilkan Chris Nelwan dalam film-film sebelumnya, dan mungkin sekaligus memantapkan karier sebagai bagian dari industri film Indonesia. Ya saya pikir tidak ada plot terlewatkan dan tidak disia-siakan dalam film  ini. Hubungan dan koneksi antar Daniel Topan dan Christopher Nelwan dengan akun anonim di twitter dan anak-anak penghuni rusun dijalin secara amat baik. Menarik bagaimana Awi Suryadi memutuskan Ratu Felisha untuk tidak menjadi ikon seksi di Badoet. Ratu Felisha yang berperan sebagai ibu salah satu anak dan pemilik rusun memainkan porsinya dengan amat pas dan bagus.

Di tengah kesuraman rumah susun dan kesuntukan melihat duet laki-laki yang tinggal dalam satu kamar, menampilkan Aurellie Moeremans benar-benar membuat suasana menjadi lebih baik. Karakter Aurellie Moeremans benar-benar memanjakan mata dibalik kengerian sosok badut yang kian lama makin mengusik bangku penonton. Ketegangan dalam film ini terus menerus dibangun perlahan menanjak seiring bergulirnya durasi dan beriringan dengan plot yang dibangun tanpa pernah sekalipun menurun. Kombinasi sempurna dari setiap bagian film memenuhi harapan saya dengan keringat dingin dan kengerian.


Badoet datang dengan harapan untuk sinema Indonesia yang sejatinya masih memiliki harapan untuk menghasilkan tontonan seram yang mencengkam keinginan para penontonnya untuk kembali mau duduk dan menonton tontonan bagus lainnya. Saya beruntung menjadi bagian dari penonton film ini, pulang dengan memuaskan dan berharap film ini bisa saya koleksi DVD-nya dan menawarkan kepada teman-teman lain dan dengan bangga berkata, Ini film horor Indonesia. 8/10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Agata | WS
x x x x x x x.