Seorang tamak ini berasal dari mars,
tempat yang katanya punya kehidupan namun tak satu pun yang tersisa bahkan
hanya bekas pertanda jalur air. Entah kenapa orang ini pun kemudian pergi dan
menuju bumi. Bumi terlihat berbeda dari planet lain, terlihat cukup biru dan
hijau untuk dijarah sistemnya dan hasil alamnya.
Dahulu mars tidak seperti itu, ia merah
namun tak gersang. Ia sunyi namun memiliki kehidupan. Lalu muncullah seorang serakah
ini, ia yang mirip dengan rupa kita, yang sedang menulis juga sedang membaca.
Yang sedang menyusun rencana untuk menatap kesuksesan. Yang sedang berusaha
menindas anak-anak kecil pinggiran—mereka sudah hidup di tepian, kenapa tidak
sekalian menceburkan mereka? Mungkin kira-kira begitu ujar mereka, orang-orang
bumi yang menyerupai seorang serakah dari Mars.
Seorang serakah dari mars memang menarik.
Ia melihat target dan pencapaian luar biasa dalam pemikiran mereka. Jika aku
bisa mencapai titik J. Kenapa aku tidak bisa mencapai titik G dan kemudian
menyentuh A. Bahkan tidak jarang ia menginjak bebatuan sekitarnya hingga rusak
untuk melompat melampaui titik sebelumnya. Terbesitlah ia yang melihat tidak
ada yang tersisa lagi dari Mars kemudian mendongak ke atas. Ke Luar angkasa.
Luar angkasa memang menarik ditaklukkan
tapi tak ada yang menyangkal kebahagiaan penaklukan adalah hal yang lebih
penting pemandangan antariksawan dalam merayakan keberhasilan dan kru NASA yang
bahagia misi mereka berhasil dengan selamat, serta keluarga yang menonton dari
televisi. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada itu. Tidak bahkan tidak
lebih indah dari pemandangan bumi dari bulan.
Pencapaian tentu tidak salah. Tujuan
dan target adalah penting untuk setiap manusia, celakalah kita yang memainkan
permainan dalam gim tanpa rasa penasaran ingin menyelesaikan tujuan akhirnya. Namun
celakalah kita yang semakin mirip orang serakah dari mars yang lebih memilih
berbuat curang untuk mendapatkan hasil singkat dan amat berambisi. Celakalah
kita yang menjadikan orang sekitar kita sebagai pijakan dan melontarkan badan
ke depan.
Seorang serakah ini tak butuh teman. Ia
lupa akan orang sekitar sibuk menentukan mana yang harus dijarah dan dibawa
pulang untuk dihabiskan sendiri. Siapa yang butuh teman untuk menghabiskan
harta di Mars? Jika pun ada mereka akan berguna untuk sekedar mengangkut
jarahan, menyimpannya di mobil dan menikamnya dari belakang. Sesuatu yang tentu
bukan pertama kali dilakukan oleh seorang serakah dari mars.
Ia
merasa tak terkalahkan dan selalu merasa bahwa dirinya paling benar dan paling
baik. Seorang serakah dari mars melihat dari atas gunung tinggi dari puncak
planet merah. Gagah tegap ia merasa sudah mengalahkan seisi mars dan merasa
planetnya terlihat merah, baik dan sempurna. Mendongak ke angkasa, melihat bumi,
sebuah planet biru, membosankan.
Seorang
serakah dari Mars turun ke Bumi, berkeliling, melihat sekitar, kemudian
tersenyum. Ia tahu tidak ada gunanya ia di sini. Seorang serakah dari Mars
melihat jutaan orang serakah dari bumi. Ia melihat hutan dibabat. Laut dan
pantai yang mengeruh dan berlimpah sampah. Ia melihat gunung yang tergerus
menyisakan tanah yang curam dan kemudian pergi.
Jauh
dari sana, seorang serakah dari Mars tidak tahu berapa orang yang memanjatkan
doa untuk memulihkan planetnya. Berapa orang yang berjuang hingga merasakah
dingin penjara untuk memelihara planetnya. Berapa orang yang berusaha
membersihkan sampah dari jalanan dan menjaga lingkungan. Merawat planet biru
ini membutuhkan tak cukup seorang. Mereka harus bersama, saling rangkul,
menjadikan kepala temannya untuk bertukar pikiran. Mereka sekumpulan orang
berani dan peduli dari bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar